Jakarta, 31 Januari 2025
Anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari daerah pemilihan (Dapil) Tangerang Raya, Habib Idrus, mengecam keras aksi pencabulan yang dilakukan oleh seorang guru ngaji berinisial W (40) terhadap empat muridnya di Sudimara, Ciledug, Kota Tangerang. Kejahatan ini telah mencoreng dunia pendidikan dan nilai-nilai keagamaan, serta menjadi ancaman serius bagi keamanan dan kesejahteraan anak-anak di Indonesia.
“Saya sangat mengutuk perbuatan biadab ini. Seorang guru yang seharusnya menjadi panutan dan penjaga moral justru menyalahgunakan kepercayaan dan kehormatan profesinya untuk melakukan pelecehan terhadap anak-anak yang tak berdaya. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai agama, pendidikan, dan kemanusiaan,” tegas Habib Idrus.
Kronologi Singkat Kejadian
Berdasarkan laporan kepolisian, pelaku mulai melakukan aksi bejatnya sejak tahun 2021, dengan modus berpura-pura sakit dan mengaku mendapat mimpi bahwa air mani korban dapat menyembuhkan penyakitnya. Dengan tipu daya ini, ia berhasil memperdaya sedikitnya empat murid laki-laki yang masih di bawah umur.
Kasus ini terungkap setelah salah satu korban berani mengadu kepada orang tuanya, yang kemudian melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib. Polisi bergerak cepat dengan melakukan penyelidikan hingga akhirnya berhasil menangkap pelaku dan menetapkannya sebagai tersangka. Saat ini, pelaku sedang menjalani proses hukum lebih lanjut.
Desakan Hukuman Maksimal
Habib Idrus menegaskan bahwa pelaku harus dihukum seberat-beratnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang mengatur hukuman tegas bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Ia juga mendorong penerapan pasal berlapis agar pelaku tidak mendapat celah untuk lolos dari jeratan hukum yang maksimal.
“Saya mendesak agar aparat penegak hukum tidak ragu-ragu dalam memberikan hukuman yang setimpal. Pelaku ini harus dihukum seberat mungkin, bahkan jika memungkinkan dikenakan hukuman maksimal sebagaimana diatur dalam Pasal 81 dan Pasal 82 UU Perlindungan Anak yang memungkinkan hukuman minimal 10 tahun hingga maksimal 20 tahun penjara, atau bahkan kebiri kimia bagi predator seksual berulang,” ujarnya.
Peningkatan Pengawasan dan Pencegahan
Habib Idrus juga menyoroti perlunya pengawasan ketat terhadap lembaga pendidikan non-formal, termasuk pesantren dan tempat mengaji, agar kejadian serupa tidak terulang. Ia mendorong pembentukan mekanisme pengawasan dan seleksi ketat bagi tenaga pendidik, serta edukasi kepada anak-anak dan orang tua mengenai bahaya kekerasan seksual dan cara melaporkannya.
“Kasus ini menjadi peringatan bagi kita semua. Saya mendorong adanya sistem pengawasan yang lebih ketat, termasuk penerapan aturan ketat dalam rekrutmen dan pengawasan guru di lingkungan pendidikan informal, agar tidak ada lagi pelaku predator seksual yang bisa bebas beraksi dengan menyalahgunakan profesinya,” tegasnya.
Dukungan bagi Korban dan Keluarga
Sebagai wakil rakyat, Habib Idrus juga menyatakan siap memberikan bantuan hukum dan psikologis bagi korban dan keluarganya, agar mereka mendapatkan keadilan dan pemulihan yang layak.
“Korban tidak hanya mengalami luka fisik, tetapi juga trauma psikologis yang mendalam. Pemerintah harus hadir memberikan pendampingan psikologis yang berkelanjutan bagi anak-anak ini agar mereka bisa pulih dan melanjutkan hidup dengan lebih baik,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Habib Idrus menegaskan bahwa tidak boleh ada ruang bagi predator anak di Indonesia, dan menyerukan agar masyarakat lebih waspada serta berani melapor jika menemukan indikasi kejahatan serupa.
“Kita semua memiliki tanggung jawab untuk melindungi anak-anak kita. Mari bersama-sama menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan bersih dari kejahatan seksual,” pungkasnya.
Humas & Media Center
Fraksi PKS DPR RI